Ephemera, Ephemera



(My unfinished drawing, terlalu malas untuk mewarnai.)

****

Saya menamai gambar di atas "Rachet". Ya, rachet, alias ugly, alias jelek---makanya saya malas menyelesaikannya, karena sesuai judulnya, belum apa-apa saja saya sudah menggambarnya dengan buruk rupa. Warna yang nggak nge-bland, gambar asal-asalan yang dibuat secara iseng di laptop tanpa bantuan mouse (sebab saya terlalu malas untuk mencari dan memasangnya---lagipula, saya juga sudah terlanjur terlampau-intimate-dengan-kasur serta kehangatannya), didukung ekspresi wajah si gadis yang nggak karuan...

Kadang saya merasa jahat, lho, sering melahirkan banyak gambar di atas kertas, dinding, kanvas, hingga software, namun hampir tak pernah menyelesaikannya, membiarkan mereka tetap ada sebagai gambar yang tak perlu dipandang banyak orang. Baru beberapa detik lalu, terbesit pikiran (atau sentilan) di otak saya yang kira-kira begini: jika gambar-gambar Rudy Tabootie hidup bahagia di dunia kapur, mungkin karya-karya saya juga hidup di suatu dunia lain-dimensi. Bedanya, mereka tak hidup bahagia.

Alih-alih seperti apa yang divisualisasikan pada ChalkZone, gambar-gambar bikinan saya itu barangkali sibuk berunjuk rasa. Hmmm.

Menuntut saya.

****


Rachet       : Jelek, buruk rupa, tak menarik.
Ephemera  : Sesuatu (jamak) yang dibuat (ditulis) tidak untuk bertahan dalam jangka waktu lama.

Sebelumnya, sekedar ingin pamer, beberapa hari silam, saya sempat mampu menaklukkan ketakutan saya akan ketinggian, lho. Yaaa, walaupun setelah itu saya panas-dingin sendiri membayangkan tubuh saya jatuh lepas dari jurang tak berujung, namun kali ini saya sudah lumayan berhasil membuat perubahan besar.

Kebetulan, tanggal 2-3 Maret 2013 lalu, Keluarga Mahasiswa di prodi saya memiliki... um... menjalani... err... mengikuti, yap, mengikuti acara makrab yang diadakan oleh salah satu departemen bidang. Saya yang (ehem, ehem) juga merupakan staf KM, turut hadir dalam kesempatan itu, dong, hitung-hitung tebar pesona ke penduduk setempat (a.k.a gecko, kodok, kecoa, dan teman-temannya =_= ). Well, usut punya usut, ternyata kegiatan ini dilangsungkan di taman buah Mangunan, yang mana hanya tinggal ngidul kalau berangkat dari rumah saya tercinta. Nah, kenyataan bahwa lokasi kali ini bertempat di daerah Bantul tambah membuat saya nggak boleh mengabsenkan diri dong ya, meski saya sudah sadar betul bahwa Mangunan itu terletak di Imogiri---dan untuk ke sana, mau nggak mau mesti melewati tanjakan dan belokan yang membuat jantung berasa deg, deg, serr.


(Di sini, masih bisa motret sambil ketawa-ketawa meski darah rendah sudah mulai menjalar ke ubun-ubun.)

(Sudah mulai tutup mata, kepala makin kerasa pusing, dan tambah pusing ngeliat temen-temen + adik-adik kok pada berani duduk di pagar pembatas itu .__. )


(Gelap, kan? Soalnya setelah motret ini, gejala darah rendah saya makin terasa, langsung buru-buru naik ke atas buat minta obat T.T )

Sepanjang perjalanan, saya nggak bisa diam, usek aja lihat sana lihat sini, komentar itu komentar ini (padahal yang orang Jogja kan saya :/ ), terus senyum-senyum tiap papasan sama Nabila (dan sempat doki-doki bareng dia juga di perempatan sebelum belok ke jalan menuju Mangunan), memandangi Asti yang entah mengapa mendadak tampak keren di antara sawah-sawah hijau, pun jerit-jerit kecil sendiri waktu lewat belokan tajam, tanjakan, dan turunan. Untungnya, yang mbonceng saya sabar (Tio, makasih, maaaf :'D ) dan alhamdulillah kami selamat sampai tujuan meski kloter 7 yang mengiringi saya sempat nyasar (terus saya merasa bersalah karena sering promosiin Bantul ke anak-anak, tapi sendirinya nggak tahu jalan).


(Keren, yak? Tapi awannya sudah lumayan menipis.)

Honestly, saya selalu suka kegiatan semacam ini, walau sudah hampir dapat dipastikan ada beberapa keseharian yang tak dapat berjalan dengan baik (seperti mandi, makan---entah kenapa, makan saya selalu sedikit dan hanya lima-enam suapan kecil sendok setiap mengikuti acara rame-rame begini---dan tidur). Tidur, terutama, perlu digarisbawahi, sebab saya tak dapat tidur di tikar, dan umumnya, yang digunakan sebagai alas tidur di acara makrab adalah tikar. Bukannya saya sok eksklusif atau bagaimana, namun saya sadar bahwa kulit saya sangat sensitif dan gampang alergi. Sejak kecil pun, saya memang hampir tak pernah tidur di tikar, karena kulit saya akan kemerahan, gatal, dan berbekas. Kasihan, ya? Tapi memang begitu, sih, dinikmati saja (gayanyaaa).

Dengan pertimbangan ini, Ibu akhirnya memaksa saya membawa serta selimut MU (MU!) yang selalu menemani tidur saya tiap malam untuk jaga-jaga. Tadinya, saya berniat untuk tetap memanfaatkan fungsi aslinya sebagai pemberi kehangatan, namun karena beberapa hal, selimut merah nan tebal itu pun saya gelar untuk alas tidur empat orang. Alhasil, saya, Nabila, Arina, dan Ika, tidur berdempet-dempetan di atas selembar selimut merah bergambar MU yang dihadiahi Ibu karena beliau salah mengira MU adalah Arsenal, saling mendengkur pelan dan menyalurkan panas tubuh (saya geli banget sewaktu nulis ini) satu sama lain. Lucunya, di luar taksiran, rupanya saya mampu tidur dengan nyenyak dalam posisi seperti itu. Padahal, jangankan saat makrab, di rumah saja saya susah sekali tidur cepat, paling gasik ya pukul sebelas malam---biasanya antara jam satu hingga jam dua pagi baru bisa terlelap pulas. Saya rasa, penyebabnya datang dari banyak hal. Selain karena malam itu saya banyak tertawa sampai meneteskan air mata, udara Mangunan yang dingin ditimpali suara-suara malam yang meski ramai namun tak sampai mengganggu, seakan menjelma Nina Bobo yang spesial dinyanyikan untuk saya.

Well, setidaknya, malam itu, saya tak terjaga.

****

Belakangan, entah gara-gara perasaan hati yang sedang rajin-rajinnya gundah gulana atau apa, saya seneng ndengerin lagunya 2NE1 yang Ugly.


(Ini cover acoustic-nya Sungha Jung. Gila ini anak, main gitar aja bisa jenius gitu, mana masih seumuran sama Nabila *agak nggak terima* )

Saya memang dari dulu suka 2NE1 sih, tapi lagu Ugly sendiri sebelumnya nggak begitu nyantol di selera saya... until recently.

I think I’m ugly, and nobody wants to love me.
Just like her, I wanna be pretty, I wanna be pretty.
Don’t lie to my face, tellin’ me I’m pretty


Ngenes liriknya, bener, tapi justru itu.

Saya tidak cantik, saya tidak pernah merasa, walau seringkali saya bertingkah narsis seolah saya wanita paling imut dari Jogja, sebenarnya saya tidak serius begitu. Cantik itu relatif, saya tahu, tapi secara fisik, dalam taraf kerelatifan yang saya miliki, saya sepertinya melekat agak ke bawah. Hm, bukan hal buruk sih, sebenarnya, toh begini-begini saya juga laku (ha, ha, ha... #hening). Dan sepertinya, jika saya menurunkan berat badan sekian kilo, saya mungkin bisa jadi lebih cantikan, hehe.

Nope, sejujurnya, saya serius.

Saya mesti diet, menurunkan berat badan, lalu menjadi cantik, seperti tokoh utama di kartun-kartun Disney yang saya tidak paham mengapa, selalu ditampilkan sebagai wanita jelita yang teraniaya.

****

Sebab saya tidak ingin bernasib sama dengan karya setengah jadi berjudul Rachet yang entah kapan akan diselesaikan itu (jelek, muram, ganjil, nihil, dan ephemere; dibuat untuk tak diingat, lantas jatuh di sebuah dimensi lain, masih dalam keadaan belum rampung, bergabung dengan lini penuntut keadilan yang mengumandangkan nama saya dan sibuk berunjuk rasa, meminta).

Karenanya, saya menimbun banyak kenangan, meski esok---siapa tahu---saya bahkan sudah lupa.

Yogyakarta, 2013

Nggak gitu, ini sebenarnya hanya gumaman absurd gara-gara kelaparan di pagi buta.

Comments
3 Responses to “Ephemera, Ephemera”
  1. keren as always aya :D

    aaa~ tempatnya bagus sekali. aku jadi pingin ke sana suatu hari nanti :")
    gambar aya bagus kok, ajarin dong ya

  2. Unknown says:

    Ayo Upiii ke sana, tempatnya bagus banget (meski tinggi) wkwkwk, tapi jalannya serem, sampai ngerasa kasian sama yang boncengin aku :') boleh lho Gama Earth ngadain acara jalan2 ke tempat ini, observasi gitu, aku mau deh jadi volunteer, dali dulu tertarik tapi ga sempet-sempet :'(

  3. Anonymous says:

    plug-in baby...

Leave A Comment

Popular Posts

Nihayatun Ni'mah, 2013. Powered by Blogger.

Followers