Never Say No to Ice Cream: I Scream, You Scream, We All Scream For Ice Cream!


Selamat datang, Desember.

Belakangan, Jogja terus-terusan diguyur hujan, terkadang pagi, terkadang siang, terkadang malam. Tidak masalah, sih, karena saya termasuk salah satu pecinta dan pengagum tetes air langit itu. Apalagi, beberapa hari yang lalu, sewaktu saya berlindung---berjalan---di bawah payung perak metalik di sebuah sore yang sepi dan hujan mengguyuri deras permukaan jalan daerah Sendowo. Tak mampu saya ungkapkan betapa cantiknya pemandangan waktu itu, rumah-rumah tua bergaya Belanda, pohon-pohon tinggi dengan jenis beragam, basah oleh titik-titik liquid yang datang dari gumulan mendung, bercampur aduk dalam wangi tanah yang tersiram sisa-sisa pertengkaran petir, angin, dan awan---mungkin juga matahari, pada kisah lain yang entah kapan terjadi, dan di mana, dan mengapa.

Sayangnya, ketahanan tubuh saya terbilang lemah.

Maka tak salah jika saya katakan kali ini, hujan tak selamanya membawa gairah.

****


Banyak yang beranggapan bahwa mengonsumsi es krim di musim hujan akan berakibat buruk pada kondisi tubuh, entah itu akan mendatangkan flu, atau demam, atau batuk. Saya sendiri tidak tahu apakah hal itu benar atau salah, namun entah apa pun itu, saya sudah terlebih dahulu---sudah terlanjur---memiliki slogan seperti ini: tak ada alasan untuk tak menerima es krim!

Saya suka, sukaa, dan sukaaa sekali es krim. Saya suka es krim di atas lapisan pancake hangat, saya suka es krim di sela kriuk-kriuk cone, saya suka es krim yang terapit roti tawar, saya suka es krim di permukaan smoothies, jus, blended coffee, blended tea, dan semacamnya. Hell, saya suka es krim dalam turunuan dan derivatif apa saja, dan saya juga suka es krim bahkan ketika ia hanyalah sebuah... yah, es krim saja, tanpa topping, tambahan, atau dandanan macam-macam.

Apa yang harus saya katakan, tapi es krim adalah salah satu temuan paling luar biasa yang pernah saya rasakan secara langsung selama 19 tahun hidup saya! Betapa teksturnya yang dingin, percampuran padat-cair-kental, dan bagaimana ia meleleh begitu terkena saliva saya, menawarkan rasa dan sensasi yang bermacam-macam, membuat saya melayang tanpa perlu mewujudkan hal-hal pada lirik lagu Cinta Satu Malam.

Kebetulan, tak ada satu pun orang di rumah yang tidak menyukai makanan dingin satu ini. Produk es krim rasa Es Dung-dung keluaran Wall'ss baru-baru ini, misalnya, (especially yang rasa nangka dan kopyor) merupakan es krim favorit yang biasa dibeli ibu saat malam minggu (karena itu saya tak pernah masalah meski tak pernah dibolehkan keluyuran malam-malam tanpa alasan dan motif yang jelas). Saya dan pacar sendiri paling suka es krim dari Mc. Donald. Ketika perasaan bosan dan capek akan materi-materi kuliah mulai bermunculan, selain bermanja-manja dan menjambak-jambak kekasih saya, es krim restoran cepat saji itu juga termasuk mood booster terbaik yang pernah ada. Personally, saya kurang suka makanan yang disediakan oleh Mc. D kecuali french-fries dan ice cream-nya. Kentang goreng di sini tidak superb, tapi bisa dibilang lumayan. Sedangkan es krimnya, wah, tipikal soft ice cream terbaik yang pernah ada, dan yang pernah saya coba setidaknya dari seluruh restoran cepat saji yang bernanug di Yogyakarta!

Mungkin karena kadar susu yang melimpah atau bagaimana, sehingga es krim Mc.D terasa begitu lembut namun tetap kental, namun cenderung mendatangkan rasa haus. Jika pacar saya tergila-gila dengan chocotop yang menurut saya memang rasanya sama saja bahkan lebih enak dari Magnum dengan harga yang jauh lebih murah, maka saya lebih tergiur dengan Mc Flurry Green Tea yang bahkan saya sendiri tak kuat menghabiskannya (mungkin karena waktu itu saya sudah kekenyangan). Di Jogja sendiri, kami sudah mengunjungi beberapa stand yang menjual es krim bukan-dari-pabrik, seperti es krim di sebelah barat Mirota Kampus, es krim di Roemah Mirota yang mahalnya luar biasa, dan baru-baru ini, es krim di stand kecil sebelah KopMa UGM. Standnya memang kecil dan sayangnya tidak buka ketika malam (saya pernah naik TJ jam 6 malam melewati kawasan ini, dan cafe mini ini sudah gelap), namun es yang disediakan lumayan enak dengan harga berkisaran antara IDR 5000-10.000, namun belum dapat mengalahkan pamor es krim Mc. D baik di benak mau pun lidah saya.


pesanan pacar, es krim mocca


pesanan saya, vanilla cookies---hell yeah, saya cinta vanilla

Dan, lihat, kan? Betapa pun besarnya kekaguman saya terhadap hujan, bukan berarti saya lantas rela melepas kesempatan mengudap es krim hanya karena, di luar tengah rintik. Sebab tak ada yang bisa, sekali lagi, tak ada yang bisa menghalami hubungan antara air liur, lambung, hati, jantung, otak, dan batin saya kepada es krim. Tak ada.

Oke, maaf, saya bercanda, saya berlebihan.

Dua scoop es krim vanilla lagi, please!

****

I doubt whether the world holds for any one a  more soul-stirring suprise than the first adventure with ice cream. --- Heywood Broun, American journalist.

Yogyakarta, 2012

Scream for ice cream!

Comments
2 Responses to “Never Say No to Ice Cream: I Scream, You Scream, We All Scream For Ice Cream!”
  1. It's 2017 already and I still read this

  2. intan says:

    hi! i don't know are you gonna read this comment or not, but thanks to your blog. i was in a bad mood. But your post and the vibes... and everything.. i feel better now :')
    have no idea.. just... thank you.
    btw, this is not the first time i'm coming here. a fan since December, 2017. xx

Leave A Comment

Popular Posts

Nihayatun Ni'mah, 2013. Powered by Blogger.

Followers