Posted on Monday, July 16, 2012 · Leave a Comment
Teknologi itu kadang menakutkan, saya tak bisa mengenalnya baik-baik. Di satu belahan dunia yang tertutup semak-semak akasia, barangkali, ada beberapa kumpul kepala yang hanya bisa mengira-ngira apa senjata yang mesti mereka rakit esok hari demi menangkap lebih banyak rusa.
Pernah dengar soal Vocaloid? Pernah dengar soal Hatsune Miku?
Well, saya tidak akan bercerita tentang asal-usul dan apa itu Vocaloid atau gadis berambut rumput yang bahkan tak nyata bernama Hatsune Miku, saya hanya akan bercerita tentang salah satu lagu yang ia bawakan---yak, gadis itu memang tak nyata, namun ia (bahkan) dapat menyanyi, bukan lagu ecek-ecek pula.
Teknologi itu kadang menakutkan, saya tak bisa mengenalnya baik-baik. Di satu belahan dunia yang tertutup semak-semak akasia, barangkali, ada beberapa kumpul kepala yang hanya bisa mengira-ngira apa senjata yang mesti mereka rakit esok hari demi menangkap lebih banyak rusa. Tapi di sisi lain, di belahan dunia yang jauh, di mana gedung-gedung mulai berdiri angkuh---mencakar langit dengan pucuk runcing, kepala-kepala itu bahkan terlampau pintar hingga mereka mesti menciptakan seorang penyanyi yang hidup (dan lahir) di dalam layar komputer, atau layar tablet, atau layar telepon genggam, atau dimensi maya yang tak berujung.
Tapi saya nggak bohong lho soal kualitas musik dari penyanyi 'jejadian' ini, sungguh perlu diacungi jempol. Hanya saja, dari kesemuanya, Hatsune Miku memang yang paling gampang dikatakan fenomenal. Dengan suara yang sebenarnya masih sangat terdengar robotik, bahkan dibanding 'kawan-kawan seperjuangan'-nya sesama singing synthesizer, entah kenapa, atau istilah inggrisnya, somehow, dia memiliki penggemar paling banyak secara Internasional, melebihi penyanyi sungguhan. Ya ndak heran juga, lagu-lagu yang dirancang untuk Hatsune Miku ini terkesan lebih unik dan aneh, ditambah dengan suaranya yang tinggi, cempreng, sekaligus robotik, menyebabkan banyak pecipta lagu yang (barangkali) tertantang menciptakan lagu untuknya. Hasilnya?
Coba sekali-sekali dengarkan lagunya yang berjudul Miracle Paint, Scissorhands, Magnet, World Is Mine, dan Sakura no Ame, kelimanya merupakan lagu yang paling saya gandrungi dari Hatsune Miku---tadinya. Yap, tadinya, sebelum saya jatuh cinta dengan lagunya yang berjudul Afternight Wonderland. Maksudnya, bagaimana tidak, coba saja baca sepenggal terjemahan liriknya:
Afternight Wonderland is not a game.
A parade of just the two of us is starting.
Let's hold hands and dance under the moonlit night.
We'll forget everything, until morning.
Mungkin bagi sebagian besar orang, atau setidaknya, bagi sebagian besar gadis normal seumuran saya, lirik di atas tidak ada apa-apanya jika dibandingkan lirik dari lagu-lagu romantis yang diputar di radio. Tapi saya bukanlah seorang gadis normal, dan lagi, saya adalah seorang penulis yang tak kunjung mekar, maka apa yang saya pikirkan sepertinya tak akan wajar. Saya memikirkan sesuatu yang... sedikit nakal sewaktu mendengarkan lagu ini, dan bertambah... nakal ketika saya membaca terjemahannya. Bukan, bukan, bukan dalam artian semurah itu. hanya saja, saya membayangkan sebuah dongeng, sebuah cerita. Sebuah kisah yang dapat diawali dengan kata konon, syahdan, sahibul hikayat, kudengar, omong-omong, pada suatu hari, dahulu kala, suatu ketika, well, apakah kau tahu, jadi, legendanya, dan semacamnya, dan semacamnya.
"Panggil namaku Cinderella. Syahdan, di tengah malam, aku telah berdusta. Di tengah malam, saat berdansa dengan Pangeran, aku tak benar-benar berhenti menggerakkan jari-jari kakiku demi menemui Ibu Peri. Aku tak pernah benar-benar menemuinya. Kukatakan sekali lagi, aku berdusta. Aku sengaja membuat sebuah drama, melepaskan sebelah sepatu kacaku, lantas lari dari kerumunan---sebab aku telah jatuh cinta. Tidak kepada Pangeran, tapi pada kusir yang menantiku di atas kereta labu."
Lantas, bisa jadi, mereka berdua minggat, dengan kereta labu, mencari persembunyian.
Afternight Wonderland, sebelum purnama membawa mereka tenggelam.
Yogyakarta, 2012.
Categories:
Nonsense
Popular Posts
-
Saya suka musik Jepang, bermula dari kesenangan saya menyaksikan anime sedari kecil. Yah, waktu itu ayah saya jauh di Malaysia, Ibu mesti...
-
Belakangan, lagi kumat (ndak tahu untuk yang keberapa kalinya) dengerin lagu lama yang sempat saya sukai semasa rentang SMP dan SMA, ...
-
Mungkin karena pada kenyataannya, saya akui, saya ini tipikal yang tak pandai berbicara, terlebih kepada orang yang tak begitu dekat. "...
-
Mulanya, saya tergelitik untuk menulis artikel countdown ini sebab, semakin hari, saya mendengar semakin banyak anomali yang mengat...
-
Hujan identik dengan perasaan mellow dan romantis---itu yang ada dalam benak saya. Setiap hujan turun, bawaannya pasti pengen muter lagu ga...
-
Selamat datang, Desember. Belakangan, Jogja terus-terusan diguyur hujan, terkadang pagi, terkadang siang, terkadang malam. Tidak masal...
-
"Banyak orang yang memperlakukan kami seolah-olah kami adalah jenis manusia yang mesti dihindari. Padahal, Mbak, kami tidak jauh berb...
-
Tadi siang, di kelas Matematika, saya tanpa sadar telah menggambar gadis ini di tepi lautan rumus dan simbol abstrak yang sedang terlibat p...
-
Saya mengenalnya sebagai Jo, begitu saja tanpa tahu nama aslinya. Pada beberapa kemungkinan, saya tebak, bisa saja dia tidak berdust...
-
If you look deep enough you will see music; the heart of nature being everywhere music. - Thomas Carlyle
Nihayatun Ni'mah, 2013. Powered by Blogger.