, ,

Countdown: 15 Lagu Muse Terbaik Versi Saya




Belakangan, lagi kumat (ndak tahu untuk yang keberapa kalinya) dengerin lagu lama yang sempat saya sukai semasa rentang SMP dan SMA, di antaranya adalah hampir semua lagu yang dinyanyikan James Morrison, hampir semua lagu yang dinyanyikan SIOEN, hampir semua lagu yang dinyanyikan Frau, hampir semua lagu yang dinyanyikan Panic! at The Disco, hampir semua... ah, tidak akan habis jika saya menyebutnya satu per satu, hanya saja saya ingin memberi highlight untuk group-band beraliran Brit-pop asal Inggris yang sudah setia menemani saya selama lebih dari 6 tahun belakangan.

Yap, dari judulnya saja sudah dapat diterka, sih.

Muse, begitulah band yang digawangi Matthew Bellamy, Christopher Wolstenholme, dan Dominic Howard itu disebut. Meski mereka sudah mulai aktif sejak tahun 1994, namun jujur saja, saya baru mengenal mereka kira-kira pertengahan kelas satu atau kelas dua Sekolah Menengah Pertama. Itu pun, saya tahunya dari seorang teman sekelas yang dengan sumringah menunjukkan lagu Unintended kepada saya dan beberapa kawan lain. Prolog semulus ini lantas tidak langsung membuat saya jatuh cinta dengan karya mereka. Tidak. Bahkan, sebenarnya, saya mulanya merasa bahwa permainan bermusik mereka sangat aneh, susah diterima. Hm, walaupun umur segitu saya sudah mendengarkan Coldplay, dan dua grup ini sama-sama mengusung tema Brit-pop, tapi musikalisasi Coldplay yang cenderung soft (inspirasional tepatnya) dibandingkan dengan gaya permainan Muse yang sedikit-banyak dipengaruhi unsur nge-rock, memang lebih mudah diterima---apalagi oleh perempuan muda berusia empat belas tahun seusia saya kala itu.

Fortunately, nasib saya lalu mengatakan lain (opo lho Ay), dengan dilirisnya single Starlight pada September 2006, saya mulai membuka mata dan memberi karya-karya Muse kesempatan kedua. Hasilnya, not bad at all---satu tahun pertama, saya lumayan sering memutar lagu mereka untuk teman bersantai; tahun selanjutnya, saya memasuki tahap keranjingan dan ketagihan; tahun berganti tahun, hingga sekarang, sedikitnya ada satu lagu Muse yang mesti saya putar dalam sehari, biasanya dalam perjalanan pergi dan pulang kampus. Nah, berbekal dari latar belakang yang sejujurnya tidak menarik diceritakan ini, saya ingin membagi 15 lagu Muse terbaik versi saya dalam konsep hitungan mundur. Sebelumnya, seperti postingan countdown saya yang sudah-sudah, saya tekankan bahwa ini murni opini yang biased, jadi jangan heran dan kecewa jika terdapat perbedaan di mana-mana :)

Let's check it out!



****

Read more »

, , ,

Ephemera, Ephemera



(My unfinished drawing, terlalu malas untuk mewarnai.)

****

Saya menamai gambar di atas "Rachet". Ya, rachet, alias ugly, alias jelek---makanya saya malas menyelesaikannya, karena sesuai judulnya, belum apa-apa saja saya sudah menggambarnya dengan buruk rupa. Warna yang nggak nge-bland, gambar asal-asalan yang dibuat secara iseng di laptop tanpa bantuan mouse (sebab saya terlalu malas untuk mencari dan memasangnya---lagipula, saya juga sudah terlanjur terlampau-intimate-dengan-kasur serta kehangatannya), didukung ekspresi wajah si gadis yang nggak karuan...

Kadang saya merasa jahat, lho, sering melahirkan banyak gambar di atas kertas, dinding, kanvas, hingga software, namun hampir tak pernah menyelesaikannya, membiarkan mereka tetap ada sebagai gambar yang tak perlu dipandang banyak orang. Baru beberapa detik lalu, terbesit pikiran (atau sentilan) di otak saya yang kira-kira begini: jika gambar-gambar Rudy Tabootie hidup bahagia di dunia kapur, mungkin karya-karya saya juga hidup di suatu dunia lain-dimensi. Bedanya, mereka tak hidup bahagia.

Alih-alih seperti apa yang divisualisasikan pada ChalkZone, gambar-gambar bikinan saya itu barangkali sibuk berunjuk rasa. Hmmm.

Menuntut saya.

****

Read more »

Popular Posts

Nihayatun Ni'mah, 2013. Powered by Blogger.

Followers