It was supposed to be me, dengan gaya rambut terbaru dan ekspresi wajah muram, namun saya menggambarnya terlalu cantik (yang mana sungguh ironis) lalu ini saya jadikan karakter lain sekalian.
***
Minggu ini minggu sedih, minggu melankolis.
Minggu lalu pun sebenarnya sama saja, dan kelihatannya minggu depan juga.
Tapi minggu ini saya menangis---air mata yang tertahan sudah dari empat belas hari lalu tumpah ruah, banjir, saya biarkan lepas, saya biarkan merdeka. Ada mungkin satu-dua jam saya menangis waktu itu, bersembunyi di bawah selimut MU tebal sembari menyengguk dan menggumamkan lenguhan lewat bahasa yang hanya mampu saya mengerti. Selanjutnya, kalau tidak lupa, saya tertidur, lama sekali. Ketika terjaga, yang saya rasakan pertama-tama adalah lega yang luar biasa. Lega yang, anda paham, seakan ditarik naik melewati pangkal ubun-ubun bersama akar-akarnya hingga tak lagi meninggalkan sisa---namun hal ini sayangnya tidak berlangsung lama.
Sebab sekonyong-konyong, dua pasang mata saya kembali berair---sebab pada akhirnya, saya tetap saja seorang wanita.
Location: Yogyakarta
Yogyakarta, Indonesia
(Cette jolie doodle of mine.)
Jika boleh berbicara blak-blakan, jujur saja, saya ini orangnya terbilang lambat, baik itu soal berpikir, menangkap informasi, mengambil keputusan, dan melakukan tindakan. Saya bukan seorang genius, maaf saja. Bahkan jika semesta ini tiba-tiba berubah menjadi segepok buku atau film dokumenter, saya mungkin hanya salah satu dari beberapa milyar kepala yang tak pernah disebutkan namanya dan tak pula disorot wajahnya. Tidak, tidak, saya tidak sedang berusaha menjadi sesosok emo di sini, sebab saya mengatakan hal yang sebenarnya. Saya adalah gadis biasa dengan pola pikir biasa dan kehidupan biasa, sesederhana itu saja sebenarnya. Satu-satunya hal yang tak menjadikan saya biasa barangkali adalah ketidakmengertian saya yang, lucunya, kian hari kian menjadi.
Well, kehidupan ini saja sebenarnya masih merupakan misteri---siapa yang dapat menyangkal, coba angkat tangan.
.
.
.
Oh, tangan saya terangkat sendiri, maafkan saya lagi.
.
.
.
Oh, tangan saya terangkat sendiri, maafkan saya lagi.
****
Location: Yogyakarta
Yogyakarta, Indonesia
Popular Posts
-
Saya suka musik Jepang, bermula dari kesenangan saya menyaksikan anime sedari kecil. Yah, waktu itu ayah saya jauh di Malaysia, Ibu mesti...
-
Belakangan, lagi kumat (ndak tahu untuk yang keberapa kalinya) dengerin lagu lama yang sempat saya sukai semasa rentang SMP dan SMA, ...
-
Mungkin karena pada kenyataannya, saya akui, saya ini tipikal yang tak pandai berbicara, terlebih kepada orang yang tak begitu dekat. "...
-
Mulanya, saya tergelitik untuk menulis artikel countdown ini sebab, semakin hari, saya mendengar semakin banyak anomali yang mengat...
-
Hujan identik dengan perasaan mellow dan romantis---itu yang ada dalam benak saya. Setiap hujan turun, bawaannya pasti pengen muter lagu ga...
-
Selamat datang, Desember. Belakangan, Jogja terus-terusan diguyur hujan, terkadang pagi, terkadang siang, terkadang malam. Tidak masal...
-
"Banyak orang yang memperlakukan kami seolah-olah kami adalah jenis manusia yang mesti dihindari. Padahal, Mbak, kami tidak jauh berb...
-
Tadi siang, di kelas Matematika, saya tanpa sadar telah menggambar gadis ini di tepi lautan rumus dan simbol abstrak yang sedang terlibat p...
-
Saya mengenalnya sebagai Jo, begitu saja tanpa tahu nama aslinya. Pada beberapa kemungkinan, saya tebak, bisa saja dia tidak berdust...
-
Aku heran, mengapa mereka tak pernah mengungkapkan di literatur-literatur yang beredar bahwa aku, Gadis Bertudung Merah, sebenarnya bukan ...
Nihayatun Ni'mah, 2013. Powered by Blogger.
Leave a Comment